Oleh: Permata Wulandari
(Vibiznews – Syariah) – Sistem keuangan berbasis syariah kian diminati. Bahkan pihak-pihak non Islam pun ramai mempraktikan sistem keuangan ini. Hal ini dikarenakan sistem keuangan ini menawarkan keadilan. Minat yang semakin meningkat ini ditunjukan oleh ekspansi yang semakin meningkat disertai dengan minat perbaikan sumber daya manusia yang ditandai dengan bermunculannya pusat-pusat edukasi syariah.
Bahkan sistem perbankan tanpa riba ini marak diterapkan oleh perbankan asing yang ternyata banyak direspon positif oleh pihak nasabah non muslim. Salah satu tandanya adalah Takaful Internastional Centre for Education in Islamic Finance (INCEIF) Malaysia, mulai dibanjiri oleh para mahasiswa Jepang, Korea dan lainnya.
Prinsip perekonomian islam disejajarkan dengan perekonomian lainnya dan lebih cepat bertumbuhnya dibandingkan sistem berbasis konvensional. Diperkirakan, jika terus bertumbuh seperti kondisi saat ini, sistem keuangan islam akan terus bertumbuh dan berkembang menjadi sebuah kekuatan baru dalam perekonomian dunia.
Sebagai contoh, aplikasi sukuk sebagai salah satu cara pengumpulan modal yang diterapkan pula di Jepang. Negara tersebut menerbitkan sukuk yang bernilai 300 juta dollar sampai dengan 500 juta dollar Amerika Serikat. Padahal, Jepang belum memiliki perbankan syariah. Hal ini dilakukan guna membidik sasaran investor yang berasal dari Timur Tengah.
Bahkan Deutsche Bank juga melakukan pengembangan perbankan syariah. Padahal masyarakat Jerman hanya 4% dari keseluruhan penduduk negara tersebut. Bursa syariah juga akan diluncurkan (lagi-lagi dimotori oleh negara yang berbasis non muslim), Taiwan, yang meluncurkan Islamic Exchange Traded Fund, pada pertengahan tahun 2008.
Namun, sayangnya Indonesia masih takut untuk berinovasi mengembangkan syariah lebih lanjut. Salah satu buktinya adalah Bank Indonesia yang belum melakukan konsolidasi perbankan syariah jikalau tidak ada penambahan bank syariah di Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah perbankan syariah masih sedikit (hanya tiga yang berdiri sendiri : Bank Mega Syariah, Bank Muamalat serta Bank Syariah Mandiri).
Diperparah dengan pelaksanaan sukuk yang ditunda-tunda sehingga baru terealisasi saat ini. Padahal di negara lain sudah membenahi kondisi keuangan syariah mereka dalam rangka menyambut para investor yang berasal dari Timur Tengah serta daerah laiinya. Perhatian pemerintah yang kurang terhadap perkembangan perbankan syariah seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi kita semua.
Pembajakan Sumber Daya Insani Perbankan Syariah
Senin, 26 Mei 2008 14.00 WIB
Oleh: Permata Wulandari
(Vibiznews – Syariah) – Sistem keuangan syariah semakin membudaya karena system keuangan ini telah memberikan keadilan. Ketenaran ini ditandai dengan bertumbuhnya lembaga keuangan berdasarkan system syariah serta minat mempelajari syariah yang tinnggi. Sistem keuangan Islam diperkirakan akan terus tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan baru di bidang perekonomian dunia. Sebagai contoh, sukuk yang dijadikan sebuah alat untuk pengumpul modal yang juga diterapkan pada Negara non islam seperti Jepang.
Sayangnya SDM yang dimiliki oleh perbankan syariah masih sangat minim jika dibandingkan perbankan konvensional. Jikalau banyak pun, masih sedikit pihak yang mengetahui keunggulan dari system keuangan syariah ini. Hal ini berdampak pada perebutan sumber daya perbankan syariah yang cukup ketat. Hal ini diperparah dengan bertambahnya pemain baru pada bisnis syariah yang mengakibatkan SDM yang dibutuhkan semakin banyak sementara tenaga ahli yang tersedia sangatlah sedikit.
Sebagai contoh adalah kasus yang terjadi pada bank Muamalat dimana dua puluh orang kru level menengah dari Bank Muamalat berpindah ke bank lain. Hal ini tentunya harus dibentuk sebuah peraturan tertentu mengenai etika agar segala cara tersebut dapat dilakukan dengan baik.
Sebagaimana yang dikutip dari bisnis Indonesia, tahun ini Bank Indonesia memproyeksikan ada 1.200 pembukaan office channeling -kantor layanan syariah di cabang konvensional. Pada saat yang sama sedikitnya lima bank umum syariah baru akan berdiri seperti Bank Bukopin Syariah -konversi dari Bank Persyarikatan, Bank Victoria Syariah-konversi Bank Swaguna.
Bank sentral juga mengungkapkan perbankan syariah membutuhkan sumber daya insani sekitar 14.000 orang guna memenuhi pertumbuhan kantor bank syariah sampai dengan akhir 2008 ini, dua kali lipat dari tenaga kerja saat ini. Kebutuhan yang besar dalam sumber daya insani ini tidak diimbangi dengan ketersediaan kualitas tenaga kerja yang memadai. Perputaran bankir syariah berlangsung makin cepat.
Contoh perpindahan yang terjadi pada bisnis perbankan syariah adalah Direktur Bank Mega Syariah Budi Wisakseno adalah salah satu pelopor perpindahan setelah lama berkarier di Bank Muamalat. Sedangkan, Kepala Divisi BNI Syariah Ismi Kushartanto adalah contoh lain. Sejak lepas menjadi Direktur Bank Syariah Mandiri, bankir yang memulai karier di Mandiri ini sempat memimpin BII Syariah dan Bank Permata Syariah.
Bagaimana solusinya? Seharusnya perbankan syariah mulai melakukan pencarian calon pemimpin perbankan syariah di masa mendatang sehingga perbankan syariah tidak akan kekurangan stock sumber daya insani karena dapat disupply oleh para calon bankir baru di perbankan syariah.
Jumat, 09 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar